Untuk Natya: Sekelumit Cerita tentang  Delman Cianjur


 “pada hari minggu kuturut ayah ke kota..

Naik delman istimewa kududuk di muka..

Ku duduk samping pak kusir yang sedang bekerja..

Mengendarai kuda supaya baik jalannya...”

 

Tau kan Tya itu lagu tentang delman yang diciptain oleh Pak Kasur yang sampai sekarang lagunya masih terkenal dimana mana.

Kalau kita dilihat dari sejarah, nama delman berasal dari nama penemunya yaitu  Charles Theodore Deeleman seorang insinyur dan ahli irigasi yang memiliki bengkel besi di pesisir Batavia pada masa Hindia Belanda.  Delman merupakan alat transportasi yang beroda dua, tiga atau empat yang tidak menggunakan  mesin tetapi menggunakan kuda sebagai tenaga  penggantinya. Sejak jaman pemerintah Hindia Belanda, delman digunakan sebagai alat angkutan umum masyarakat, terutama ketika kereta api dan kendaraan bermotor belum beroperasi di Indonesia.

 

Selain delman, ada banyak penamaan yang digunakan untuk menyebut delman di Indonesia. Orang Perancis menyebutnya “dos-a-dos” yang berarti saling memunggungi. Istilah dos-a-dos ini kemudian disingkat oleh penduduk pribumi Batavia menjadi Sado. Di Inggris, delman disebut juga Dog-Cart (dokar). Di Yogyakarta, delman disebut sebagai Andong dengan jumlah roda pada kendaraan berjumlah empat. Di Minangkabau, delman disebut sebagai Bendi, yang pada masa Hindia Belanda, sering digunakan oleh para saudagar kaya, para penghulu, juga bangsawan. Dan di tatar Sunda sendiri, delman sering juga disebut sebagai Kahar/ keretek juga Sado.

 
Di Cianjur, Pergi berkeliling kota menggunakan delman (Hohonjean) adalah sebuah tradisi yang tidak dapat dihilangkan pada saat lebaran tiba. Pasalnya, masyarakat khususnya anak-anak yang ingin hohonjean biasanya urunan untuk membayar jasa delman demi untuk berjalan-jalan mengelilingi sudut ruas-ruas jalan yang ada di Cianjur pada saat lebaran. Disinilah letak nilai gotong royong dan kebersamaan yang bisa kita lihat dari tradisi Hohonjean. Konon dari jaman dahulu hingga akhir 1995-an tradisi ini masih marak dilakukan.   Tapi ternyata Tya, di desa tempat kita tinggal, Desa Sabandar setiap sore masih kok mimiy suka lihat anak-anak urun-urunan naik delman bareng-bareng keliling desa. Namun istilahnya bukan hohonjean lagi kali yah Tya..

Walaupun begitu ya Tya, keberadaan delman di Cianjur sebagai salah satu transportasi yang ramah lingkungan semoga dapat menjadi ikon transportasi pariwisata bagi wisatawan lokal maupun mancanegara yang berkunjung ke Cianjur sehingga hal ini dapat mendongkrak pariwisata setempat juga sebagai upaya terhadap pelestarian alat transportasi delman sebagai salah satu warisan budaya yang patut kita rawat dan kita jaga keberadaannya.

 

Yukk, naik delman. Dengan naik delman, kita turut membantu melestarikan keberadaan alat transportasi bertenaga kuda tersebut menjadi salah satu ikon transportasi bersejarah yang dapat menjadi daya tarik bagi pengunjung dari luar daerah.

 

 

Komentar

  1. Kereen nih tulisan tentang delmannya bu.. mampir ke web kami ya bu.. http://www.ppc.or.id

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makna filosofis dibalik legenda origami burung (bangau)

Lampu Gentur, Lampu Termashur dari Cianjur